Kompos Cacing Tanah (CASTING)
Oleh : Warsana, SP.M.Si
Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik
atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini
disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan karakteristik pupuk anorganik,
antara lain kandungan unsur hara yang relatif tinggi dan penggunaan yang relatif
praktis, meskipun sebenarnya petani menyadari harga pupuk anorganik lebih
mahal. Kondisi ini semakin terasa dengan semakin naiknya harga sarana
produksi pertanian, terutama pupuk organik. Namun proses pengomposan
secara alami untuk mendapatkan pupuk organik memerlukan waktu yang cukup
lama dan dianggap kurang dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat.
Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pupuk organik kini ditemukan
beberapa aktivator yang dapat mempercepat proses pengomposan sehingga
kontinuitas produksi pupuk organik lebih terjamin.
Kompos Cacing Tanah
Kompos cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses pengomposan
juga dapat melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara
cacing tanah dengan mikro organisme memberi dampak proses penguraian yang
berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan
mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut
karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih
dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan
lebih cepat.
Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang
mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna
untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik
yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan casting
tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting
mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor,
mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai
C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai pupuk.
Mengenal Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab
dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk
mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki
sekitar 60 - 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi
kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik,
jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan
organik merupakan dua faktor yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal
sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar
antara 21-30 derajat celcius.
Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat
berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar. Dari
persyaratan tersebut, jenis cacing yang cocok yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia
foetida, dan Pheretima asiatica.
Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi
bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan
organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain
memberikan kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama
selulosa, dan merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing
tanah.
Memperoleh Bibit Cacing
Dalam pembuatan casting, penyediaan bibit cacing merupakan hal yang utama.
Bibit ini dapat diperoleh di peternak cacing. Dengan membeli di peternak, cacing
yang diperoleh telah jelas jenis, umur dan beratnya. Di peternak, bibit cacing
dijual per kilogram.
Dalam membeli cacing tersebut, perlu disediakan wadah untuk membawanya.
Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga untuk budidaya
cacing. Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu diisi cacing
yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari, wadah ditutup dengan
potongan batang pisang.
Cara Pembuatan
Ada dua cara pembuatan casting.
Cara pertama, dalam cara ini perlu dipersiapkan mengenai cacingnya, bahan
yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan. Setelah semuanya disiapkan,
tinggal proses pengomposan.
- Pengadaan cacing tanah
Jumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan. Ada yang menggunakan
pedoman bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm
dibutuhkan sekitar 2000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibituhkan 100 gram
cacing tanah. Perlu diketahui bahwa dalam satu hari cacing tanah akan
memakan makanan seberat tubuhnya, misalnya bobot cacing 1 gram maka
dalam satu hari cacing akan memakan 1 gram makanan.
- Bahan
Bahan yang digunakan berupa anorganik (limbah organik), seperti sisa sayursayuran,
dedaunan atau kotoran hewan. Dengan demikian proses pengomposan
cara ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat mengurangi pencemaran
lingkungan, menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan pupuk organik dan
menghasilkan cacing yang menjadi sumber protein hewani bila digunakan
sebagai pakan ternak.
Bahan organik ini tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing,
tetapi harus dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu dibiarkan sekitar
1 minggu.
Selain bahan organik yang diberikan pada awal sebagai media, diperlukan juga
makanan tambahan untuk menghindari makanan yang asam karena berbahaya
bagi cacing. Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran hewan atau sisa
tanaman yang telah dihaluskan.
- Wadah
Wadah yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting
dapat berupa kayu, plastik, atau hanya berupa lubang-lubang dalam tanah. Perlu
diperhatikan, wadah tersebut tidak terbuat dari logam atau alumunium yang
dapat membahayakan cacing. Beberapa bahan serta ukuran yang biasa dibuat
untuk wadah pembudidayaan cacing yaitu: kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15
cm3, lubang tanah berukuran 8 x 0,2 m3, drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.
Proses Pengomposan
1. Limbah organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan
agar gas yang dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan
dibalik minimal 3 hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu.
2. Setelah sampah tidak panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah
disediakan. Akan lebih baik bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak
baru dan tidak kadaluwarsa. Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan
untuk menambah unsur hara bagi pupuk yang dihasilkan. Setiap hari
ditambahkan makanan tambahan berupa kotoran hewan yang telah
diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya cacing 1 gram maka
makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram.
3. Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat
butir-butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil
kompos ini juga tidak berbau.
4. Setelah cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual yaitu
dengan bantuan tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas.
Casting dari proses ini ternyata mengandung komponen biologis dan khemis.
Komponen biologis yang terkandung yaitu bakteri, actinonmycetes, jamur, dan
zat pengatur tumbuh (giberelin, sitokini dan auksin). Adapun komponen kimianya
yaitu pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4%, fosfor 0,3 – 3,5%, kalium 0,2 – 2,1%,
belerang 0,24 – 0,63%, mangnesium 0,3 – 0,6%, dan besi 0,4 – 1,6%.
Cara kedua
Cara ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini sangat
spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan
jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun
dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran kerbau, cacing
jenis ini akan mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum diketahui sifat
pastinya yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibandingkan
jenis cacing pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, tubuhnya berwarna
merah.
Karena cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk
casting ini adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kirakira
telah dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, kotoran terlalu
lembab. Namun apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering
(kelembabannya kurang).
Tempat pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar
matahari maupun air hujan. Ingat cacing tidak tahan sinar matahari langsung.
Tahap-tahap pengomposan sebagai berikut:
1. Cacing (biasanya dengan medianya) dicampur dan diletakkan diantara
kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing diletakkan dibentuk seperti
bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi kurang lebih 15 dan panjang tergantung
bahan dan lokasi. Apabila kotoran ini terlalu kering karena telah lama
dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup dengan karung
goni untuk menjaga kelembaban.
2. Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran tersebut agak diratakan sehingga
permukaan menjadi lebar kurang lebih 1 m. Perlakuan ini untuk meratakan
cacing juga.
3. Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan lagi seperti nomor 2. Pada saat
ini kotoran tidak menggumpal lagi, sebagian besar telah berubah menjadi
gembur (remah). Pada tahap ini, disisi kiri dan kanan bedengan diberi
tumpukan kotoran kerbau lagi. Hal ini dilakukan karena cacing yang telah
selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan yang baru
yaitu kotoran yang baru diletakkan. Proses ini diperkirakan berlangsung
selama 1 minggu.
4. Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah gembur, remah, lebih kering,
dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal. Kotoran kerbau yang telah
menjadi casting ini disaring dengan saringan pasir sehingga diperoleh hasil
casting yang halus. Sisa dari penyaringan, berupa tanah atau jerami yang
tidak tersaring sebaiknya dibuang atau disisihkan.
5. Pada tahap ini kemungkinan masih ada casting yang lolos dari saringan
sehingga perlu dikeluarkan. Caranya yaitu dengan meletakkan kotoran
kerbau yang masih bongkahan disisi atau disekitar gundukan. Tunggu sekitar
1 minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar dari
gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
6. Casting yang telah disaring dapat disaring lagi agar hasil yang diperoleh lebih
bagus. Adapun kotoran yang telah berisi casting dipisahkan untuk diproses
menjadi casting seperti no.2. Casting yang telah jadi dikemas dengan plastik.
Dari hasil laboratorium, casting yang dihasilkan dari kotoran kerbau mempunyai
kandungan sebagai berikut:
Kadar lengas (%) 2mm : 10,286
Kadar lengas (%) 0,5 mm : 10,1
C (%) : 39,532
BO (%) : 68,158
N total (%) : 1,182
P total (ppm P) : 456,748
K total (%) : 1,504
Ca total (%) : 0,208
Mg total (%) : 0,048
Zn (ppm) : 174,032
Cu (ppm) : tak tersidik
Mn (ppm) : 1610,676
Fe (%) : 1,174
Humat (%) : 0,952
Fulfat (%) : 0,626
Sumber bacaan: Membuat Kompos Secara Kilat oleh Yovita Hety Indriani
Warsana, SP.M.Si
Penulis adalah Penyuluh Pertanian di BPTP Jawa Tengah, BBP2TP
Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 4 Februari 2009
Oleh : Warsana, SP.M.Si
Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik
atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini
disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan karakteristik pupuk anorganik,
antara lain kandungan unsur hara yang relatif tinggi dan penggunaan yang relatif
praktis, meskipun sebenarnya petani menyadari harga pupuk anorganik lebih
mahal. Kondisi ini semakin terasa dengan semakin naiknya harga sarana
produksi pertanian, terutama pupuk organik. Namun proses pengomposan
secara alami untuk mendapatkan pupuk organik memerlukan waktu yang cukup
lama dan dianggap kurang dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat.
Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pupuk organik kini ditemukan
beberapa aktivator yang dapat mempercepat proses pengomposan sehingga
kontinuitas produksi pupuk organik lebih terjamin.
Kompos Cacing Tanah
Kompos cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses pengomposan
juga dapat melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara
cacing tanah dengan mikro organisme memberi dampak proses penguraian yang
berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan
mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut
karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih
dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan
lebih cepat.
Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang
mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna
untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik
yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan casting
tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting
mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor,
mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai
C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai pupuk.
Mengenal Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab
dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk
mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki
sekitar 60 - 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi
kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik,
jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan
organik merupakan dua faktor yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal
sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar
antara 21-30 derajat celcius.
Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat
berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar. Dari
persyaratan tersebut, jenis cacing yang cocok yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia
foetida, dan Pheretima asiatica.
Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi
bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan
organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain
memberikan kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama
selulosa, dan merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing
tanah.
Memperoleh Bibit Cacing
Dalam pembuatan casting, penyediaan bibit cacing merupakan hal yang utama.
Bibit ini dapat diperoleh di peternak cacing. Dengan membeli di peternak, cacing
yang diperoleh telah jelas jenis, umur dan beratnya. Di peternak, bibit cacing
dijual per kilogram.
Dalam membeli cacing tersebut, perlu disediakan wadah untuk membawanya.
Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga untuk budidaya
cacing. Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu diisi cacing
yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari, wadah ditutup dengan
potongan batang pisang.
Cara Pembuatan
Ada dua cara pembuatan casting.
Cara pertama, dalam cara ini perlu dipersiapkan mengenai cacingnya, bahan
yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan. Setelah semuanya disiapkan,
tinggal proses pengomposan.
- Pengadaan cacing tanah
Jumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan. Ada yang menggunakan
pedoman bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm
dibutuhkan sekitar 2000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibituhkan 100 gram
cacing tanah. Perlu diketahui bahwa dalam satu hari cacing tanah akan
memakan makanan seberat tubuhnya, misalnya bobot cacing 1 gram maka
dalam satu hari cacing akan memakan 1 gram makanan.
- Bahan
Bahan yang digunakan berupa anorganik (limbah organik), seperti sisa sayursayuran,
dedaunan atau kotoran hewan. Dengan demikian proses pengomposan
cara ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat mengurangi pencemaran
lingkungan, menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan pupuk organik dan
menghasilkan cacing yang menjadi sumber protein hewani bila digunakan
sebagai pakan ternak.
Bahan organik ini tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing,
tetapi harus dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu dibiarkan sekitar
1 minggu.
Selain bahan organik yang diberikan pada awal sebagai media, diperlukan juga
makanan tambahan untuk menghindari makanan yang asam karena berbahaya
bagi cacing. Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran hewan atau sisa
tanaman yang telah dihaluskan.
- Wadah
Wadah yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting
dapat berupa kayu, plastik, atau hanya berupa lubang-lubang dalam tanah. Perlu
diperhatikan, wadah tersebut tidak terbuat dari logam atau alumunium yang
dapat membahayakan cacing. Beberapa bahan serta ukuran yang biasa dibuat
untuk wadah pembudidayaan cacing yaitu: kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15
cm3, lubang tanah berukuran 8 x 0,2 m3, drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.
Proses Pengomposan
1. Limbah organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan
agar gas yang dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan
dibalik minimal 3 hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu.
2. Setelah sampah tidak panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah
disediakan. Akan lebih baik bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak
baru dan tidak kadaluwarsa. Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan
untuk menambah unsur hara bagi pupuk yang dihasilkan. Setiap hari
ditambahkan makanan tambahan berupa kotoran hewan yang telah
diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya cacing 1 gram maka
makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram.
3. Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat
butir-butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil
kompos ini juga tidak berbau.
4. Setelah cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual yaitu
dengan bantuan tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas.
Casting dari proses ini ternyata mengandung komponen biologis dan khemis.
Komponen biologis yang terkandung yaitu bakteri, actinonmycetes, jamur, dan
zat pengatur tumbuh (giberelin, sitokini dan auksin). Adapun komponen kimianya
yaitu pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4%, fosfor 0,3 – 3,5%, kalium 0,2 – 2,1%,
belerang 0,24 – 0,63%, mangnesium 0,3 – 0,6%, dan besi 0,4 – 1,6%.
Cara kedua
Cara ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini sangat
spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan
jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun
dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran kerbau, cacing
jenis ini akan mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum diketahui sifat
pastinya yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibandingkan
jenis cacing pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, tubuhnya berwarna
merah.
Karena cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk
casting ini adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kirakira
telah dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, kotoran terlalu
lembab. Namun apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering
(kelembabannya kurang).
Tempat pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar
matahari maupun air hujan. Ingat cacing tidak tahan sinar matahari langsung.
Tahap-tahap pengomposan sebagai berikut:
1. Cacing (biasanya dengan medianya) dicampur dan diletakkan diantara
kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing diletakkan dibentuk seperti
bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi kurang lebih 15 dan panjang tergantung
bahan dan lokasi. Apabila kotoran ini terlalu kering karena telah lama
dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup dengan karung
goni untuk menjaga kelembaban.
2. Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran tersebut agak diratakan sehingga
permukaan menjadi lebar kurang lebih 1 m. Perlakuan ini untuk meratakan
cacing juga.
3. Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan lagi seperti nomor 2. Pada saat
ini kotoran tidak menggumpal lagi, sebagian besar telah berubah menjadi
gembur (remah). Pada tahap ini, disisi kiri dan kanan bedengan diberi
tumpukan kotoran kerbau lagi. Hal ini dilakukan karena cacing yang telah
selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan yang baru
yaitu kotoran yang baru diletakkan. Proses ini diperkirakan berlangsung
selama 1 minggu.
4. Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah gembur, remah, lebih kering,
dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal. Kotoran kerbau yang telah
menjadi casting ini disaring dengan saringan pasir sehingga diperoleh hasil
casting yang halus. Sisa dari penyaringan, berupa tanah atau jerami yang
tidak tersaring sebaiknya dibuang atau disisihkan.
5. Pada tahap ini kemungkinan masih ada casting yang lolos dari saringan
sehingga perlu dikeluarkan. Caranya yaitu dengan meletakkan kotoran
kerbau yang masih bongkahan disisi atau disekitar gundukan. Tunggu sekitar
1 minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar dari
gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
6. Casting yang telah disaring dapat disaring lagi agar hasil yang diperoleh lebih
bagus. Adapun kotoran yang telah berisi casting dipisahkan untuk diproses
menjadi casting seperti no.2. Casting yang telah jadi dikemas dengan plastik.
Dari hasil laboratorium, casting yang dihasilkan dari kotoran kerbau mempunyai
kandungan sebagai berikut:
Kadar lengas (%) 2mm : 10,286
Kadar lengas (%) 0,5 mm : 10,1
C (%) : 39,532
BO (%) : 68,158
N total (%) : 1,182
P total (ppm P) : 456,748
K total (%) : 1,504
Ca total (%) : 0,208
Mg total (%) : 0,048
Zn (ppm) : 174,032
Cu (ppm) : tak tersidik
Mn (ppm) : 1610,676
Fe (%) : 1,174
Humat (%) : 0,952
Fulfat (%) : 0,626
Sumber bacaan: Membuat Kompos Secara Kilat oleh Yovita Hety Indriani
Warsana, SP.M.Si
Penulis adalah Penyuluh Pertanian di BPTP Jawa Tengah, BBP2TP
Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 4 Februari 2009